Selasa, 11 Mei 2010

Metode Ternak

Buat rekan2 sekalian, ini ada sedikit artikel mengenai teknik2 breeding (beternak) dgn cara yg lebih sistematis sehingga bisa juga disebut sebagai ‘Rekayasa Genetika’.

Tulisan ini dikutip dari sebuah artikel karangan Steven van Breemen berjudul Mini Course The Art of Breeding dari web site nya : http://www.stevenvanbreemen.nl/en/?Home.
Mr. Steven ini adalah penggemar merpati pos. Tapi sy rasa, cara ternaknya bisa juga diterapkan pada merpati balap atau tinggian yg ada di Indonesia.

Terima kasih buat Pak Hermono yang telah meluangkan waktu menterjemahkan dan mengambil intisari dari tulisan tsb.

Sebelum dilanjut, ada baiknya kita mengenal dulu beberapa kosa kata yg ada dalam artikel ini agar tdk terjadi salah penafsiran.

Inbreed : Perkawinan antara dua individu yg memiliki hubungan darah sangat dekat. Yaitu : Ibu dgn anak, bapak dgn anak dan anak vs anak.

Line breed : Perkawinan dua individu yg memiliki hubungan darah tidak terlalu jauh. Contoh : Kakek vs cucu, paman vs keponakan, dll.

Cross breed : Perkawinan antara 2 individu yg tidak memiliki hubungan darah. Atau minimal hubungan darahnya terlalu jauh.

Super breed : Individu yang selalu mampu menurunkan sifat2 terbaik pada keturunannya.

Super racer : Individu yang diproyeksikan khusus untuk lomba.
Berikut ringkasan Mini Course The Art of Breeding :

Steven Van Breemen mengembangkan sebuah metode ternak yang disebut : "population genetics".
Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi burung yang ada dalam kandang kita dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 burung di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super racer.

Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel yg dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Cross Breed, Inbreed dan Line breed secara sistematis dan tercatat dgn detail.
Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!

Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali dengan suatu angan-angan tentang kualitas burung yg nantinya ingin kita hasilkan.

Berikut penerapannya di lapangan :

Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II

1. Cross breed I
Sebelum mulai ternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang seperti apa typical karakter pembalap terbaik yang kita idam2kan. Bukan sekedar ikut2an hanya melihat burung2 juara yang ada. Burung juara belum tentu sempurna. Maka khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar burung juara. Agak idealis kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus dicapai, bagaimanapun sulitnya.

Untuk cross breed I, carilah pasangan indukan sesuai dgn kriteria khayalan kita tsb. Memakai burung juara lebih dianjurkan. Tapi jangan asal comot!!!. Burung juara banyak ragam typikal kerjanya. Misalkan ingin punya burung dgn tembak keras, maka carilah burung juara yg tipikal kerjanya tembak keras. Kemudian cari juga pasangan betinanya yg keturunan burung tembak.
Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul burung2 dgn karakter tembak keras secara merata pada anakannya.

Cross breed 1 ini sy anggap tahap yg paling penting utk pondasi tahapan breeding berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya. Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreed), dan menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.

2. Inbreed :
Tujuan inbreed adlh mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan sifat2 positif yg dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil inilah yg sy sebut 'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan pembalap. Sukur2 kalo ternyata hasilnya bisa jadi pembalap. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui tahapan berikutnya.

3. Line breed :
Setelah dapat modal dari inbreed, diperkuat lagi dgn line breed. Bila dipasangkan (misalnya) dgn paman yg punya tembak keras, hasilnya sudah bisa dipastikan : burung dgn karakter tembak sempurna yg sangat dominan. Mungkin inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu burung yg memiliki daya turun breeding yg kuat thdp anak2nya.


4. Cross breed 2 :
Super breed ini boleh dicoba utk disilang dgn burung dari trah lain (cross breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Kalau di cross dgn burung lain yg tembak keras, hasilnya pasti burung dgn tembak sempurna. Kalau di cross dgn burung yg sifatnya agak berbeda, -tembak sekedar rapi misalnya- maka tembak kerasnya tidak akan hilang. Justru kita berharap burung dgn tipikal tembak keras dan rapi. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super Racer’.


Beberapa prinsip yg harus dipahami :

1. Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja istilah "geno-type") , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type). Dgn kata lain, tujuan teori ini adlh menciptakan ‘super ‘breeder’.

2. Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat-sifat/ karakter 2 burung yang berbeda, baik karakter yang positif maupun negatif. (Ingat, tidak ada burung yg sempurna). Oleh karenanya rumus inbreeding adalah "the best vs the best". Mas Breemen memakai istilah super breeder vs super breeder. Yang kedua, super breeder harus mempunyai karakteristik yg dapat mendukung "khayalan" kualitas burung yg ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menghayalkan bahwa hasil ternakan kita harus galak, maka cari indukan yg galak. Kalau sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki indukan yg "ideal", menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas indukan dapat diperbaiki melalui cross-breeding.
Mungkin ada yg bertanya, kalau kita sudah punya "super breeder" kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics?? Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yg kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak burung-burung juara yg terputus generasinya.

3. Cross-breeding yg pertama adalah pada saat awal memulai ternak dimana indukan berasal dari dua darah (strain) yg berbeda sedangkan cross-breeding yg kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin memproduksi racer dan untuk memperbaiki kualitas darah yg sudah ada (menambahkan elemen baru atau "additive characteristics" yg sudah ada).

4. Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg ekstra ketat. Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yg mengatakan untuk bisa memakai sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli "membunuh" burung. Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yg akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Myron Kulik menyarankan, pilihlah anak betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yg mirip ibunya. Yang perlu dipahami, pengertian "mirip" disini bukan mirip secara fisik, tapi yg lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga mirip ya tidak apa-apa). Di sini lagi-lagi diperlukan "feeling" dan keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi, misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita teteskan 5 pasang, lalu dari situ dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg akan melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg akan diseleksi, akan semakin bagus.

5. Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri kehilangan vitalitas (burung hasil inbreeding menunjukkan gejala penurunan vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya vitalitas pada burung hasil in-breeding berarti effek dari inbreeding itu lebih bagus (confused confused).
Burung hasil inbreeding tidak cocok untuk lomba, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan (orang eropa biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi untuk breeding. Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil inbreeding di-cross dengan burung lain. Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat yang akan selalu diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan cross-breeding untuk menambah sifat-sifat/ karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas dan kekuatan.
Dengan in-breeding kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek. In-breeding adalah pengurangan variasi atau keragaman. Semakin banyak/sering suatu darah tertentu (strain) dilakukan in-breed maka turunannya akan mirip satu sama lain.
Menjodohkan bapak dan anaknya yg cewek atau ibu dengan anaknya yg cowok lebih efektif hasilnya dari pada menjodohkan kakak dengan adiknya (meskipun sama-sama in-breeding tapi sepertinya dampaknya berbeda).


semoga bermanfaat
salam

Sumber:
http://www.merpati.org
 
Merpati Balap Jember Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template